Artikel Terbaru Baca Beritanya dan Sebarkan

Implementasi TAP MPR No IX Tahun 2001

Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundangan

Sebelum kita berbicara tentang TAP MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, ada baiknya kita mereview kembali ingatan kita tentang hirarkhi (susunan) peraturan perundangan. Sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, dalam pasal 7 menyebutkan TAP MPR tidak lagi dijadikan sebagai referensi hukum, dengan kata lain TAP MPR dikeluarkan dari khirarkhi (susunan urutan) peraturan perundangan. Dari tahun 2004 hingga tahun 2011 selama 7 (tujuh) tahun TAP MPR tidak lagi dikenal dalam sistem tata negara indonesia. Dikeluarkannya atau tidak dimasukkannya TAP MPR sebagai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut tidak banyak diperdebatkan, meskipun sangat esensial bagi tertib dan kehidupan hukum di Indonesia.

Kekeliruan mengeluarkan Tap MPR dari jenis dan tata susunan peraturan perundang-undangan sejak diundangkannya UU No 10 Tahun 2004 itu  akhirnya disadari oleh pembentuk UU (Pemerintah dan DPR). Hal ini ditandai dengan di undangkannya UU No 12 Tahun 2011 pada tanggal 12 Agustus 2011 lalu yang memaksukannya kembali TAP MPR sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Dalam hubungan ini UU No 12 Tahun 2011 menyebutkan tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU/peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan daerah Propinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten /Kota.

Dalam UU No 12 Tahun 2011 tersebut ditegaskan pula, bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarkinya (urutannya). Artinya ketentuan ini memulihkan kembali keberadaan Tap MPR sebagai peraturan perundang-undangan yang kekuatan hukumnya lebih kuat dari UU. Tetapi disisi lain, dengan dipecahnya kedudukan Peraturan Daerah yang tadinya dalam Tap MPR No III/MPR/2000 hanya disebut Peraturan Daerah (Perda) saja tanpa membedakannya Perda Propinsi dengan Perda Kabupaten/Kota. Dengan dipecahnya Perda  menjadi Perda Propinsi dan dibawahnya Perda kabupaten Kota,  maka tentu keberadaan Perda Kabupaten/Kota saat ini lebih rendah kedudukannya dari Perda Propinsi dan sekaligus mengandung makna Perda kabupaten/Kota tidak boleh bertentangan dengan Perda Propinsi. Persoalan ini tentu menjadi masalah sendiri dan akan kita bahas dalam kesempatan lain.

Pentingnya Pengarusutamaan Kembali Keberadaan TAP MPR No IX Tahun 2001 Tentang Pembaharuan Agrarian Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Sebagai ilustrasi untuk menggambarkan ruwetnya pengelolaan sumber daya agraria yang lahir dari kerancuan peraturan perundangan, Saya coba berkaca pada peristiwa terbaru yang masih hangat di ingatan terkait kerusuhan Lambu-Sape di Bima. Bukan hendak menjustifikasi siapa benar dan siapa salah terkait kasus tersebut, namun hanya hendak menggambarkan bahwa peraturan perundangan kita tentang pengelolaan sumber daya agraria adalah belantara peraturan yang justeru ikut menjadi pemicu lahirnya konflik pertambangan di berbagai daerah di Indonesia. Kerusuhan Lambu yang telah meluluh lantahkan sendi sendi kehidupan social masyarakat Bima dan yang membuat Negara mati suri tak berwibawa itu adalah akibat konkrit dari kebingungan daerah maupun kepala daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan yang satu sama lainnya saling tumpang tindih. 

Kita ambil contoh kerancuan peraturan yang membuat para pejabat kita bersi kukuh pada sikapnya masing masing dari pusat hingga daerah ketika terjadi penolakan besar besaran dari masyarakat atas SK Bupati Bima No 188 yang menewaskan 3 penduduk. Wakil Menteri Kementerian ESDM saat itu mengatakan tidak mau mencabut IUP Eksplorasi PT SMN.  Dirjen ESDM berkata: “Tugas Kementerian ESDM hanya pembinaan dan pengawasan saja”, Menteri Ekonomi berkata, “Kepala daerah ini lucu, ketika memberikan izin tidak kordinasi, giliran rusuh minta perlindungan pusat”. Gubernurnya berkata “Meminta Bupati untuk mencabut IUP”, dan Bupati nya berkata “sepanjang dibenarkan oleh konstitusi, gak usah 1 SK, 1000 SK bila perlu saya cabut. Semua pejabat dari pusat hingga daerah berpedoman pada pemahaman masing masing tentang peraturan perundangan yang tentu sama sama benar di satu sisi, hingga perdebatan relasi kuasa tersbut berakhir dengan terbakarnya Kantor Bupati Bima. Lagi lagi silang sengkarut relasi kuasa akibat peraturan telah memupuk suburnya tradisi anarkhisme di tengah kehidupan masyarakat.

Terkait berbagai tumpang tindih tersebut di ataslah, maka penting TAP MPR tentang pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam kembali dijadikan sebagai panduan untuk merumuskan dan kembali mensingkronisasikan berbagai peraturan perundangan yang mengatur tentang pengelolaan agraria kita.

Sebagaimana kita pahami dalam UUPA No 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, bahwa yang disebut dengan agraria adalah segala sesuatu yang berbada di permukaan tanah, bawah tanah dan ruang angkasa. Mekanisme peraturan yang mengatur tentang objek agraria tersebut telah melahirkan berbagai tumpang tindih peraturan dan juga subjek pelaksana nya. Semisal UU Pertamnbangan yang bertentangan dengan UU Lingkungan hidup, UU kehutanan, UU perkebunan, UU Penanaman Modal Asing dan lainnya. Dalam kapasitas saya sebagai anggota Komisi II DPR RI yang bermitra dengan BPN, Joyo Winoto kepala BPN menyampaikan saat ini terdapat 516 peraturan perundangan yang tumpang tindih. 516 peraturan yang tumpang tindih tersebut hanya yang berhubungan dengan internal BPN, jumlah itu tentu akan bertambah jika di hubungkan dengan tumpang tindih nya peraturan di BPN dengan UU sektoral lainnya seperti di kehutanan, perkebunan, pertanian, pertambangan, lingkungan hidup dan lainnya.

Di sinilah peran TAP MPR No IX tahun 2001 tadi, sebagai kerangka yang tak selesai dilakukan oleh pemerintah dan menjadi PR bagi kita semua untuk melaksanakan amanat yang terkandung dalam TAP MPR tersebut. Inti dari TAP MPR No IX tahun 2001 tersebut sebenarnya adalah amanat untuk melakukan singkronisasi terhadap peraturan perundangan yang berhubungan dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam agar sepenuhnya dikelola demi kemakmuran rakyat. Dalam TAP MPR No IX Tahun 2011 pasal 6 menyebutkan arah kebijakan pembaruan agraria adalah:

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan.
c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.
d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi.
f. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.

Sedangkan arah pengelolaan sumber daya alam di jelaskan pada pasal berikutnya yaitu:
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prSinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.
c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumberdaya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumberdaya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumberdaya alam tersebut.
e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
f. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.

(Oleh: Poetra Adi Soerjo - Pengamat Politik Lokal Dan Otonomi daerah)

Catatan Pinggir Sejarah Samawa

Tumpukan lembaran-lembaran kertas tua hingga yang masih gress berserakan begitu saja di tiap-tiap sudut kamar. Huruf pegon, Satera Jontal, hingga yang berbahasa Belanda dan Inggris semakin menambah bumbu berantakannya kamar yang baru saja 6 bulan ini menemaniku bersama menyambut pagi. Aku sendiri tak mempunyai motif tertentu, kenapa masih saja kertas-kertas itu harus kubuka dan ku baca tiap hari. Entah apa sebenarnya yang kucari, tapi jelas sekali aku menangkap, motif apa yang kutemukan.
  Motif yang sebenarnya membuatku malu menerima realitas yang membuatku harus mengakui bahwa aku memang dilahirkan di tana Samawa, dan aku tau Samawa. Motif yang juga sering sekali membuat ku senyum cengengesan mengakui dan di buat merasa bangga mengakui ke-diri-an ku, walau itu bukan dalam hal-hal yang kwalitatif. Namun motif yang paling jelas polanya adalah kusut, kusam, dan buramnya sejarah itu sendiri, tak ubah seperti kusamnya lembaran-lembaran tua yang ku kumpulkan dengan begitu sulitnya, karena lembaran yang sesungguhnya menceritrakan tentang keterbentukan karakter kita tau samawa lewat rekaman-rekaman dialektika sejarah, pengetahuan dan realitas masyarakat kita selama ini, ternyata dijadikan azimat yang keramat oleh beberapa orang.
 
Keterbentukan diri dan ke-diri-an bukanlah suatu hal yang berjalan secara almiah dan evolutif. Keterlibatan manusia sebagai subjek dari sejarah itu sendiri, tentunya dengan sendirinya membongkar mitos evolusi sejarah, yang sering dijadikan alat legitimasi oleh kaum kafir penjajah, dan membuat kita mau tidak mau harus menerima karakter mental budaya lokal yang memang pantas mejadi budak, masyarakat kelas rendahan dan loronzovos.
  Setidaknya itulah pesan-pesan historiografi yang terpintal dibalik teks-teks laporan gubernuran Belanda tentang situasi sosiologis dan antropologis tau samawa. Inilah realitas ke-dua dari sejarah, setelah realitas sebenarnya. Realitas berbentuk teks-teks yang seakan-akan otentik sejarah namun penuh dengan social enggenering. Sejarah diracik dengan begitu indahnya hingga memasuki (inner world) relung terdalam dari inti kesadaran masyarakat, sehingga tiada ruang untuk membantah bahwa memang itulah diri dan ke-diri-an kita sebenarnya, sebagaimana yang dicerminkan oleh sejarah. Sejarah yang membuat kita harus mengakui ketertundukan, keterbodohan, dan ketakberdayaan kita dalam menerima realitas ke-diri-an kita sendiri. Realitas ke-tiga dari sejarah kita adalah ketika kita yang sedang berada di perempatan kiri jalan ini, diusik oleh rasa ingin tahu tentang ke-diri-an kita sendiri. Lalu bergerak dan mencari lewat lembaran lembaran yang sudah kadung terlebih dahulu mendapat identitas teks sejarah, menulisnya kembali untuk dibaca anak cucu lewat kurikulum dan lembaran-lembaran buku baru, hingga….. budaya pembodohan, pengasingan dan pengungsian realitas sebenarnya dari sejarah, membentuk rantai makanan yang begitu kuat. 

Distorsi sejarah semakin menemukan bentuknya. Mungkin terlalu berspekulasi, bahwa paradigma dan lebih jauh lagi budaya dan prilaku masyarakat kita hari ini terbentuk oleh dekonstruksi yang dibentuk oleh teks-teks sejarah sebagaimana tersebut di atas. Kita paham tidak semua masyarakat mampu mengakses dan berminat menelusuri sejarah. Dan juga sadar akan teks-teks tentang perjalanan sejarah kita sangat minim, tidak seperti Jawa. Sehingga dapat dikatakan tidak ada korelasi yang positif antara bangunan karakter mental masyarakat kita dengan motif-motif politik yang dibentuk akibat mengakses teks-teks social enggenering sejarah.
  Namun ada satu hal yang harus dipahami oleh pemerhati sejarah dan siapapun yang memiliki sense of belonging atas masyarakat kita tau samawa. Bahwa operasi pengasingan kesadaran melalui rekayasa social distorsi sejarah, dengan pembangunan paradigma pengetahuan adalah satu hal, namun di sisi lain operasi pengungsian kesadaran sejarah masyarakat kita terjadi tidak hanya melalui teks-teks kusam tersebut, melainkan melaui apapun yang kita lihat di sekitar kita. Masyarakat kita sesungguhnya sedang di kepung oleh budaya ketidak sadaran. Bahkan hingga pada realitas diri sendiri pun ketika di pandang, hanya akan memberi sugesti negative yang berlanjut mengendap pada rekaman alam bawah sadar, yang memuluskan proses distorsi kesadaran sebagaimana yang diciptakan melalui teks-teks sejarah.

Apa yang terjadi…. Hari ini kita dipaksa untuk menerima ke-diri-an kita yang sebagaimana para pembaca lihat sendiri dalam susunan pola tatanan social masyarakat kita. Mau tidak mau kita hanya memiliki satu cermin untuk mencari cerminan diri, kemana lagi kalau bukan masyarakat kita sendiri. Padahal bayangan yang ditimbulkan oleh cermin itu tak sepenuhnya menunjukkan tentang ke-diri-an kita. Kita tak berani mengatakan jujur pada cermin tersebut bahwa bayangan yang ada di dalam cermin itu bukan kita. Tapi kita tetap saja bergaya dan bersolek seakan-akan itu memang benar kita.
 Hidup dalam kebohongan…….

 (Suryatmajan-Jogjakarta, 4 Agustus 2006 by Poetra Adi Soerjo)

Pusat Kajian Adat dan Budaya Sumbawa (PKABS) “Iyak Samawa”

Sebuah tulisan pengantar diskusi rutin Pusat Kajian Adat Dan Budaya Samawa (PKABS) ”IYAK SAMAWA” tentang kinerja Sektor Pendidikan, Pertanian, Pariwisata Dan Pertambangan dalam dalam kaca mata falsafah Iyak Samawa Di Kabupaten Sumbawa, diskusi di selenggarakan di kampus Universitas Muhamadiyah Jogjakarta (UMY) tanggal 15 Oktober 2008

Oleh: Poetra Adi Soerjo
Direktur (PKABS) ”IYAK SAMAWA”

Samawa…. tidak sekedar hanya sebagai sebuah identitas dari nama kampung halaman kita. Samawa bahkan lebih dari sekedar batasan teritorial wilayah, dan jauh lebih luas dari sekedar sebatas pemaknaan identitas kemanusiaan tau samawa. Samawa merupakan simbolisme yang di dalamnya tersimpan siratan makna doa dan harapan, terselip di balik kata samawa labirin-labirin maqom, lapisan-lapisan kedudukan, serpihan-serpihan makna hidup dan kehidupan, di balik makna kata samawa terdapat sebuah metode, proses dan juga indikator berkehidupan yang hendak di tuju oleh orang-orang yang hidup dan menjadi tau tana samawa.

Samawa juga merupakan sebuah falsafah kehidupan yang di peredikatkan dan diamanahkan bagi seluruh kesatuan tau dan tana samawa. Falsafah dan cara pandang tentang kehidupan yang seharusnya dijadikan sebagai panduan dan pedoman dalam bekerja bertindak-tanduk dan berperilaku. Karena entitas kesamawaan tidak hanya berupa manusia tau samawa melainkan terlingkup di dalamnya budaya, perilaku dan nafas kesumbawaan, iyak samawa. Secara semiologi atau ilmu tentang falsafah bahasa, atau jika dianalisis makna kata samawa dalam terminologi etimologis Arab, maka Samawa merupakan bentuk mufrod atau kata tunggal dari kata as-samaa’ dan menjadi samawat-samawa dalam bentuk jama’ yang berarti lapisan langit atau 7 lapis langit. Lapisan langit menunjukkan sebuah falsafah kehidupan, dimana di dalamnya terdapat sebuah proses untuk terus menjadi dan menjadi, terdapat fase dan langkah yang hendak dituju, memiliki sebuah cara pandang ke depan untuk menggerakkan diri dan ke-diri-an menuju pada satu maqom atau kedudukan utama, yaitu tujuan kehidupan di langit ke tujuh untuk mencapai keparipurnaan menjadi manusia seutuhnya.

Tidak,,,,, seperti air mengalir, kemana arus bergerak kesitu jua kita berada. karena siratan makna di balik kata samawa sudah menunjukkan sebuah makna dan tujuan kehidupan yang nyata, sudah tersedia peta dan penunjuk arah menuju kepada tujuan kehidupan yang jelas itu. Falsafah Samawa menunjukkan bahwa, secara vertical semua perbuatan hanyalah sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan,,, menjadi kajulen adalah maqom yang tertinggi di hadapan kalepe kaji. Sedangkan secara horizontal tugas pengabdian itu adalah dalam bentuk amanah kekhalifahan, menjadi wakil Allah di muka bumi untuk menjaga dan melestarikan kehidupan. Sengaja kami awali tulisan ini dengan kembali berfalsafah merefleksikan tentang diri dan ke-diri-an kita tau samawa.

Karena bagaimanapun kebijakan pembangunan, baik itu pendidikan, pertanian, pariwisata maupun wealt of nation atau kekayaan alam kita lainnya dalam bentuk pertambangan, itu semua tidak akan mengahasilkan apa-apa, walaupun tiap kebijakan 1 perda saja, pemerintah kita hari ini menyediakan 300 juta anggaran. Bahkan ribuan milyarpun anggaran di arahkan pada sektor sektor tersebut semuanya akan menjadi nothing jika masyarakat tau samawa sudah lepas landas dan melupakan identitas ke-samawa-an nya.

Kami sadar sepenuhnya bahwa begitu kompleks permasalahn yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengatur dan mengelola pembangunan, hingga NTB hari ini sukses menempati rangking ke 32 dari 33 propinsi di Indonesia tentang tingkat IPM (indeks prestasi manusia). Sungguh kontradiktif dengan makna samawa yang berarti langit dan seharusnya berada pada pringkat perestasi yang tertinggi. Sumbawapun sukses memiliki 83.402 Ha lahan kering tak dapat ditanami dan tidak produktif dari hanya 6.643,98 km2 luas seluruh daratan sumbawa. Dalam bidang pariwisata dari 50 obyek wisata secara keseluruhan yang dimiliki kabupaten sumbawa, selain Pulau Moyo dan Pantai Saliper Ate, yang lainnya masih bopeng dan tidak layak dijual, mengingat infrastruktur jalan sebagai akses menuju lokasi sangat tidak layak dikunjungi wisatawan.

Dalam bidang pertambangan, sumbawa yang mendapat julukan pulau yang karam di atas gunung emas, namun kita hanya sekedar mendapatkan cipratan trickel down effect atau cipratan kecil dari banyaknya keuntungan yang di rebut oleh asing. Sedangkan dalam bidang pendidikan di tahun 2007 kemarin pemerintah hanya menyediakan 7% dari total APBD. Sungguh data itu menjadi lirih terdengar di tengah kemewahan simbol Samawa. Semangat etos kerja dan inovasi tinggi yang terselip rapi dalam lipatan makna samawa, sama sekali tidak tercermin dalam prestasi pembangunan, bahkan samawa dalam pengertian sebagai sebuah pulau-pun,,, dengan sejuta potensinya,,, tak terbekas dalam cerminan tingkat angka-angka ekonomi. Berjuta-juta dana di anggarkan,,, beribu-ribu inovasi tercipta,,, beratus-ratus orang disekolahkan,,,, berjuta-juta wacana terdialektika,,,, berpuluh-puluh ahli didatangkan, berpuluh-puluh kota dikunjungi, semuanya hanya menjadi aksesoris berita di koran dan media massa dan akan berakhir di pasar karena korannya hanya akan dihargai sebatas sebagai bungkusan cabe dan bawang penjual di pasar.

Selama masyarakat tana samawa melupakan apa yang menjadi dasar dari segala dasar keterbentukan ke-diri-annya sebagai tau samawa, selama tau samawa melupakan Nafas yang sesungguhnya menjadi ruh kekuatan diri (self ontology) tau samawa, maka tidak akan ada pencerahan yang akan landas di tana samawa tercinta ini. Bukankah menjadi pantas data-data sektor pendidikan, pertanian, pariwisata dan pertambangan kita hari ini yang melemah, karena tiada lagi yang tersisa dari ke-tau-an ke-samawa-an kita, kepahaman kita atas falsafah samawa dan iyak tau samawa. Sadar akan ke-diri-an kita yang tak sempat kita sadari, dihempaskan oleh kejamnya realitas sejarah pembodohan berabad-abad. Peniduran kesadaran dibawah tebalnya lapis-lapis selimut ideology ketidaksadaran.

Belum sempat nafas ini hadir menyatakan kesadaran dirinya di hadapan ingatan pengetahuan manusia modern, kita sudah dibuat lupa, darimana nafas ini kita tarik dan di titik mana harus kita lepaskan. Nafas yang sesungguhnya menjadi ruh kekuatan diri (self ontology), kembali diasingkan di dalam black hool kelabunya sejarah 32 tahun orde baru, setelah entah kemana ke-diri-an ini dibuang dan diasingkan selama tiga setengah abad. Semuanya telah habis, tiada lagi yang tersisa dari ke-diri-an ini. Tiada lagi yang memahami dasar apa, yang menjadi alasan kenapa tenggorokan ini masih saja mampu melonggarkan tiap-tiap tarian nafas yang berhembus tak jelas dari mana dan hendak dikemanakan. Kita tak sempat dibuat mengenal tujuh bayangan diri, apalagi untuk mampu mengorbitnya secara sentripetal hingga ke pusat inti pusaran diri, tempat dimana kita seharusnya menemukan diri dan ke-diri-an kita yang hakiki, fana dalam Aku Nubuah hingga lebur hancur hilang dalam Baqo’. Gerak nafas asing tanpa orbit ini justru semakin sentripugal dari titik mutiara rahasia tersimpan, titik tempat di mana dari situlah seharusnya nafas ditarik dan dilepaskan menjadi nafas kehidupan, semangat bekerja, watak dan prilaku bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hingga kita hanya dihadapkan dan dipaksakan untuk menerima tanpa mampu berbuat apa-apa pada realitas masyarakat kita tau samawa hari ini yang complicated. Bukan dalam terminology pantheisme, tetapi kita meyakini bahwa alam ini mempunyai ruh. Mereka pun bernafas dalam gerak dan tarian yang berbeda untuk memuja Sang Penciptanya.

Di sinilah “Iyak Samawa” hadir untuk tu tumpan penarik iyak samawa (alam dan dialektika sejarah, pengetahuan dan realitasnya) tu satepat panarik iyak diri (sejarah, pengetahuan dan realitas diri), tu selepas barema ke palepas iyak samawa pang katokal ke irama sopo’. Semangat Confucius telah menjadi iyak orang-orang Cina dan Jepang, dari iyak yang sama, semua masyarakatnya berlomba-lomba menari mengolahnya dalam satu hembusan karakter iyak yang begitu kuat dan kesatria (Baca: Shogun; Kehormatan, Kesetiaan, Kewibawaan Dan Cinta), menjadi nafas dalam membangun dan berkarya, hingga bangsa-nya pun menjadi kokoh, tegar dan berkarakter. Biarlah kesadaran tak berdaya ini merangkak, tapi setidaknya ini lah “Iyak Samawa” yang dalam proses menjadi dan terus menjadi, mencari dan menemukan ritme tarian nafas tau samawa lewat penelusuran dan pelurusan sejarah dan budaya, dalam kajian-kajian kritis yang sedang dan hendak dimulai. Hingga kita menemukan inti dari kesadaran kita. Inilah “Iyak Samawa”, nafas tenang para pemuda yang hendak menangkap cahaya diatas cahaya. tubarema, tu batompok, tutokal pang rasa.

Permasalahan mendasar tentang bagaimana kita menemukan kembali ruh kesumbawaan ini, tidak pernah menjadi bahasan dalam rapat-rapat para penjabat, kalaupun kami generasi muda menuntut pencerahan tentang data-data sejarah ke-Sumbawa-an, sebagaimana Jawa yang begitu lengkap sehingga mereka mempunyai pijakan diri dalam bersikap berdasarkan pengalaman sejarah,,, maka orang-orang yang berkompeten hanya meyikapinya dengan sebatas memberikan pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah. Sebuah muatan lokal tanpa muatan yang bisa membuat kami mampu mengenal ke-diri-an kami sebagai tau samawa, sebagai pemuda dan pemudi samawa, dan sebagai generasi yang akan menggoreskan sejarah kejayaan sumbawa di masa mendatang. Bagimu generasi sejamanku, terlalu naif bagi kita, jika kita hanya menuntut-dan menuntut pada generasi tua, biarlah mereka hidup pada generasi dan semangat zamannya, kita hanya bisa menghargai sebatas apa yang telah mereka lakukan, semuanya tiada yang sia-sia bagi kita. maju mundurnya sejarah melukiskan tentang tana tercinta ini di masa mereka, semuanya akan menjadi pengalaman dan pelajaran indah bagi kita, dan pantaslah mereka kita sandangkan ucapan terimakasih atas baik dan buruknya.
Bagimu generasi sejamanku,,, sudah saatnya kita yang menuliskan tentang kejayaan tanah samawa tercinta ini, dalam lembaran-lembaran baru kitab sejarah, kitalah yang akan menulis tentang sejarah kita, kitalah yang akan membuat sejarah itu, agar dunia bisa menyaksikan bahwa Samawa menemukan kejayaanya di masa kita. mari kita lakukan perubahan-perubahan kecil itu mulai dari diri kita sendiri, keluarga kita setelah itu barulah kita masyarakat, pemerintah dan seluruh stake-holder yang ada, akan menari bersama membangun samawa, dan memperbaiki sistim. dimana peningkatan produktifitas pertanian, pariwisata dan pertambangan akan mensuport kegiatan pendidikan, dan dari pendidikan kita akan menghasilkan tenaga ahli yang akan mengisi dan membangun sektor pertanian, pariwisata dan pertambangan.

Akhirnya saya tutup dengan sebuah lawas,, Mana si ka rowe cinde, Lamin dadi tali lampak,, Ya rik repa si ling tau,, Mana si ka rowe lutung, Lamin dadi si kopiah Urung ke junyung ling tau, dan yang terakhir Sai to, dua ila, Telu satingi dengan, Ama na ila parana.



Pangaku “Aku” Kajulen, Lako “Aku” Nene Koasa

“Sai ke apa manusia nan sabenar,” akhir Mbonong seberaning diri bakatoan. Pakatoan ta nosoda boe ya garu otak ke akal mBonong, justru leng peno tau ade no roa sarewa pakatoan ta, dong ke ya sesempat diri tawa ya piker jawaban kaleng pakatoan nan, ka gampeno tau ya sepan pakatoan ta enam balu, nonda tuju. “Bahkan gampeno tau rama peno, mulaimo sepan ku gila”, pengkeling mbonong. Sambil dalap benar ya tulang mata tau selaki ade beru ka ya kenal, ada tokal pang deng nya.
 
Diri selaki ade keriting belo bulu jangka toak ta, senyum baesi ingo mBonong. Kesai-sai batemung diri selaki ta, selalu sakenal diri sebage tau pecinta petang, ke hanya bau tu katemung amen petang baesi. 

“Nonda singin ku bentan, maka na kelekku ku ke singin” pengkeling diri selaki misterius ta. Menurut pangkeleng tau rama peno, lok diri selaki ta roa ada tokal runtung petang, pang gardu parak ke deker ola atas desa, saruntung benru turin tau sembayang isya’. Ada warung kawa ode’ nangkang gardu, ade nomongka kadu ya kenang meronda. Leng beleng baeng warung kawa, nya selaki nonda singin nan, pintar benar batutir, ke tetap bau ya jawab serea macam pakatoan tau. 

“Kulia dirinan ke” leng beling diri nonda singin, “kulia si abange” samung Mbonong tanja kengila, sambil ragu-ragu ndalam ate, na…gama diri selaki ta, ya sama ke rama peno len, ade ya sepan pakatoan kaku ta nonda isi, ade hanya tu seboe waktu bae lamen tu piker. Tau-tau len ade tokal pang warung kawa nan, rena ya irep kawa, ampa-ampa lese-lese sambil basnenge’ si kuping, ya anti nya selaki nonda singin nan laong. 

“Ya kusemula mo sakendi, ke ka tuter tode dadara ode, Shopie (1) singin. Sanopoka kututer, harus ku yakin dunung lok ya mu menong tuter ta sampe suda, apa nongka peno tau ade ya tua kawa ke pakatoan kau nan. Rajin mo ku tuter ke tau len, tentang pakatoan nan, tapi kagampeno kaleng nya sarea, no sabar ya menong “leng beling diri selaki nonda singin nan rena ya irup kawa sampe baseda, lok kajangka dalap ya nikmati kawa kaleng anat bae’si basesa nan padahal. Kareng ya eneng mo kabali ke baeng warung untuk ya tamba isi mok kawa. 

“No si Abang-e, kita tu serius benar ke pakatoan ta, keras benar ka tu sate to sela katelas ta, apa sebenar arti katelas, katu jadi manusia, tiba-tiba tu ada, padahal nongka kadu tu eneng, tiba-tiba tu sadar lok kita ta tau salaki ato sawai, tanpa kakadu ya beang tu pilihan untuk tu mili’, tiba-tiba tu lahir pang desa yang marata, pang tenga keluarga miskin… ke peno ampo palari pakatoan ta, ade nosoda boe, ta ya garuk-garuk otak tu sampe no bau tu tunung, bahkan to’ ta sia Abang, no monda nyaman ya saya enti boat apa-apa, apa boemo bunang otak saya, tentang sai kaji ta sabenar. Tiba-tiba diri ke ke-diri-an kaji selalu tampil berbeda pang dalam masing-masing ruang. Ba deme diri’ kaji sebenar, kaleng diri-diri kaji ade len, ade kam kadu kaji kenal senopoka, kareng… bademe ke basaimo mo Aku, trus saimo mBonong singin pangkelek kaji nan. Jadi keras benar arap tu, nakena bau tu tukar piker ke Abang”. 

“Bananmo sanak salaki, ba ku mulaimo kaleng kapening sama, ade kakadu ya usik otak si Sophie, tode dadara ode nan.” Leng tuter diri salaki enda singin. Api dila warung kawa, semakin dalap petang semakin redup, kasesulu angkang bulu kriting belo nya selaki enda singin ta, sampe tangkela puring monca rena bakarukit bulu. “Pang sopo masa si Shopie dadara ode ta, kamelas rena talengan ya baca surat rahasia ade masi ya regam pang dalam ima jentik ode. Kadatang mo surat nan, no yato’ ka kaleng. Nonda singin ka pengirim. Ka ketulis mo pang dalam surat nan sopo pakatoan, Who am I . engka kadu ya duga leng si Shopie dadara ode ta sanopoka, lok ya dapat surat nonda singin pengirim yang sarata. Apalagi kenang mo pakatoan yang maranan. Heran, kamelas becamper penasaran pang dalam otak si Shopie, dadara ode lentik ima ta. Soal selama ta nongka kadu ya piker leng si Shopie, tentang sai diri’ nya. Bagi si Shopie, sanopoka ta, ada penting ya piker melok cara ya sengke mentrinas batu ade mulai mo tumung pang lolo idung, ya banding ke harus mo ya urus pakatoan “Sai Aku”?  “Kareng lalomo bakasena si Shopie dadara ode ta. Lan ya tulang balong-balong leno ade ada pang dalam kasena, leno ade nonda pang tu bolang lok kajangka batamis Kenya si Shopie, ‘sai kau…!!!’ leng beling si Sopie sambil ya telit leno pang dalam kasena. Leno pang dalam kasena nan ya turit si melok si Shopie telit diri, persis ke melok si Shopie telit nya. Kareng si Shopie putar diri’ nangkang kasena, yang mara tau menari sambil mata tetap kemo tilek leno pang dalam kasena nan, rena lenonan kemo rena nilik si saleng intip ke si Shopie jentik ima ta. Untu kemo si Shopie, kemo si leno, kemas si Shopie, kemas si nya leno nan. Kareng kadu kaya parak benar kasena nan leng si Shophie, ya tengange balong-balong leno ade batamis kenya pang dalam kasena nan. Beling mo si Shopie, “Basai Kau Gina” sambil ya telit rena ya santelong nya leno nan. Nosoda boe leno nan yang mara nan si kabali, ya santelong si Shopie. tapi jelas nya leno nan siong si Shopie, mana kele ka batamis saleng ete melok ke si Shopie”. Leng beling diri selaki nonda singen. Beling mo dirinan kabali “Leno diri’, diri’ leno, ka baleno kaleng diri’, ka ba diri’ kaleng leno. Leno ada diri’, diri’ ada leno, nonda diri’ nonda leno, ada diri’ ada leno, ada diri’ nonda leno, ta…nya katelas tau to sai diri’, ada leno nonda diri’, ba setan singin denan”. Leng lanjut tuter diri selaki nonda singin ta, sambil ngantang sengara ya irep kawa ya roa mo bo. Kadu ka semakin kerit yang sara monte tata mBonong, dong ke, ya bau tengange apa isi tuter diri selaki nan, mala ade ya piker leng nya, “basai si Shopie dadara ode jentik ima poyong mama nan bele, mepang bale rua ale”?, matamo tutu mBonong ka tau belaho ina benar. Rena tau boemo berekok boa batuter. 

Bau mo ya tangkap kapening otak MBonong leng diri selaki nonda singin ta. Kaleng ya lanjut mo tuter kabali. “ka kadu menong singin Kurt Cobain dirinan ke” pakatoan diri selaki nan.

“We… ao,,, batu to benar kita Kurt Cobain nan, maklum mo nan nya sala sopo Band ade paling tu kagumi kita. Gitaris ade ka mate samate diri tawa sapuas karoa leno nan to”

Diri selaki nonda singin ta senyum baesi ya ingo mBonong. Tode teruna len ade nyangkok berema, pang warung kawa setoe deker, ola atas desa nan masi lese-lese baesi soro senenge. Kareng ade taruna len mulai mo mesan kawa beru kebali, apa kawa nyang kamo boe. Nya baeng warung nan senarang kapuli baesi, ya pina kawa serea group nan. Pang dalam ate diri baeng warong nan “ao… beang-beang mo, roa gama nya selaki nonda singen ta trus betuter sampe jaga, ma bau boe sarea dagang ku. 

“Kumulai kebali ke tuter nya Kurt Cobain (2), muntu sejira surat ade ya tules tawa serea penggemar. Miker nya, mungkin taa nya, surat terakhir ade ya kutules selama katelas ku. Senopoka serea drama ke rahasia katelas ta berakhir jadi lebe pet, leng pang dalam ate nya Kurt Cobain masa nan. Rena ya tarek laci meja, ya sepasti lok masi si ada pistol pang dalam laci. Ya olas-olas pistol ta, sambel rena ya lanjut si ya tulis surat. Mungkin aku ta sala sopo tipe narsistis (3), ade Cuma bau seharga waktu katelas muntu ku mesa’, Cuma diri’ ku mesa ade bau ku seharga. Ku temung hakekat katelas ku, amen ku menyendiri. Aku ta terlalu sensitive, perlu sekedi ku mate rasa, ma bau mo kutotang rasa kanyaman katelas ku muntu ode, muntu masi besai ke sarea sanak keluarga, ada ina bapa baeng sayang, ingo gita ku, masa muntu masi ku bergantung ke dunia ku. Masa sanopoka masa ta. Masiii nopoku bau sangilang rasa prustasi, bersala, ke empati ku ke serea tau. Serea kita si tu beri kabalong. Sarea kita si, ka kadu ada kabalong katelas. Aku ta, terlalu ku beri ke ku cintai sarea tau, sampe-sampe no soda boe rara ate ku, melok cara ku sanyaman ate sarea tau ada. Aku ta tau terlalu labil ke pemurung. Ke nomonda semangat katelas ku to ta. Maka nan totang bahasa terahir ku ta, sambil ya tulis pang dalam surat. Diken si lebe balong tu peda’ dari pada yatu pudar.” Nan nya bahasa terakhir nya kurt Cobain ade ya to’ leng tau”, leng seda cerita diri nonda singin nan. MBonong masi telengan yang sanenge tuter diri salaki nonda singen nan, sampe boemo kerit-kerit tata ya tengange. 

“Nonda tau baeng to’ benar, apa ade terjadi jiranan, tapi marang nawar les mo berita pang dalam koran, lok pang tanggal balu Maret ten siwa pulu empat, nya Kurt Cobain nan ka mate temak tata mesa ke pistol.” Lanjut tuter diri selaki nan. 

Lao-lao mBonong mulai mo kagum ke diri selaki nonda singen ta, melok bau diri selaki ta bereto lebe peno ke nya mBonong, tentang Kurt Cobain, rena nya Kurt Cobain ta penyanyi pujaan mBonong. 

Sala sopo tau taruna len, ade ka kaleng mula mo ya tengange karante tau dua ta, tiba-tiba penasaran sate nurit. “bau tu nurit kita ke abang” leng beleng nya taruna nan. “ba kuda’po ya no bau apa” ya samong leng diri nonda singen nan. “deta ne warung sanak salaki-e, sala sopo katokal ade paleng egaliter pang bao dunia, bahkan lebe egaliter amen tu banding ke gedung parlemen ato ruang kulia”, lanjut diri selaki nan. Bakareng mo batampiu ketawa serea tau ade ada pang warung kawa nan. 

“Apa jina ade uwok lalo tu ape nan gina abang, adamo tau dadara ode jentik ima poyong mama, ade ada mentrinas pang lolo idung, kareng to’, ada mo tu menong nya Kurt Cobain….?!!”.

“Ba taa lok sanak. Dua tuter nan ita ne, sebenar ya sangita tawa kita sarea rama peno, tentang masala ade paleng esensial pang katelas manusia. Ade sopo nan fakta rekaan tentang si Shopie, kareng ade sopo, fakta ade tutu kakadu terjadi tentang nya kurt Cobain singin nan. Si Shopie nan ne, sala sopo tokoh pemeran pang dalam novel Dunia Shopie, ku yakin, lok kamo kadu mu menong singen nan. Kareng nya Kurt Cobain nan, ya nansi vokalis group band Nirvana singen.”

Laan… sarea ade taruna nyangkok pang warung nan, ya menong tuter diri ta. “Ada sopo hal ade sama pang dalam kisah tau dua nan. Sadua-dua ka tama pang dalam situasi kritis, dalam ya buya jawaban pakatoan ade nonda akhir,. Ya nan si pakatoan ‘Sai Aku’.” Leng beling diri nonda singen nan. mBonong masi si telengan baesi ramenong. “Tapi mungkin pang sopo masa ya dapat si waya ya simpulkan leng tau, apa jawaban sabenar pakatoan nan” leng beling nya taruna sopo ade kaberu nurit karante ita nan. 

“Betul denan sanak. Tapi apa ade bau tu pina kesimpulan final tentang jawaban pakatoan nan. Rena padahal, sarea apa-apa ade ada pang bao dunia ta, nonda ade tetap, “phanta rei”(4). Ade kekal pang dunia ta kan Cuma proses. Nosoka nan lok ke sanak salaki” leng lanjut diri nonda singen nan kabali. 

“Nosoda boe, ke nosi ya ka gengal leng serea tau, untuk terus rabuya tentang apa arti katelas ta. Ada tau ade merasa puas, amen ka mo bau ya temung sesuatu ade bau ya sadu pang dalam katelas, sehingga amen nya, ya angkang mo leng masala goncangan nilai katelas, masi bau bertahan, apa soal ada parenti ana. Tapi sebagian ade len ne, no soda boe gelisa, bahkan ya anggap leng nya kejadian apa-apa mo ade pang bao dunia ta, selalu problematik. Nonda ade benar-benar mapan rena kekal, nilai katelas no soda boe ta goyang-goyang si, waktu no soda boe mutar, hal-hal ade kadatang nan kamudi, ya ganti mo katokal ade kadatang beru. Serea apa apa pasti terjadi secara acak, kadang no soda pusuk petu, kareng ya berakhir mo sarea sesuatu nan, pang sopo titik ade no bau ya tu pirik diri tu kareng nya, yanan si chaotic”, leng beling diri nonda singin nan. 

Kareng ngantang sengara tuter diri nan, bau ada sela irup kawa, sambil kakan tepung sanggar ade ya jual leng baeng warung. Kareng ya lanjut mo tuter kabali. “Ada mo sebagian ade len manusia ne, ade bersikap eskapis. Mungkin karena terlalu bimbang, apa soal nonda benar ade bau tu sadu pang bao dunia ta. Ada si ade len, ade lebe ke sikap sakedar mengundurkan diri, kareng pertarungan katelas pang bao dunia ta. Tapi ada si kelompok ade tutu selibat diri, beang peranan pang dalam ya beang nilai-nilai beru’ tawa perbendaharaan makna kaboat katelas, yanan si bersikap kritis. Kareng ada mo sebagian kelompok ade lebe ode kabali, mala bersikap untuk no roa jadi apa-apa, musnah, lenyap, ilang, nol, yang sara pilihan katelas ade ka ya ete leng nya Kurt Cobain. No si tu to’ benar, bau ke ya pertanggung jawabkan sikap nan secara filosofis ?!!”. Leng pengkeling diri nonda singen nan ya lanjut tuter rena bakatoan. 

Mana sopo nonda tau taruna nyangkok pang warung nan, ade coba ya jawab. Pang dalam ate mBonong, pasti mo diri selaki ta kuat benar maca buku. Sate benar ya katoan leng mBonong, kopang diri nan, kira-kira kulia kee rua, yang sara nya mBonong, kira-kira angkatan pida rua nyeta ble?. Amen tu ingo kaleng bulu gondrong, mungkin diri ta kamo kulia telu ato empat ten le’. Tapi, lema ya totang ka pangkeleng diri baeng warung nan, lok diri salaki ta, noberi diri amen tu katoan tentang asal-usul, ato pun sifat pribadi len. Ka pangkeling diri baeng warung nan ne, diri salaki ta langsung ngantang batuter, ke ya bilin tu teres, amen tu ketoan tentang hal pribadi. Tapi ka si kadu ya menong leng baeng angkringan nan lok nya salaki nan ka kadu kulia pang filsafat IAIN jogja, kareng kakadu tedu pang asrama samawa pang jogja. 

Semakin le’, semakin dalap mo tama petang, rebin apa boe mo ada turin besau, pang bao rebu. Sebagian tau taruna nyangkok nan ada mo ade mole. Saleng gentan mo ke ade beru datang len.

Ya selanjut mo kabali tuter diri selaki nonda singin ta. “Ada peno benar pilihan eksistensial tawa manusia. Antara len ne, apa ade ka kadu ya piker leng Kierkegaard (5) pemuya tawa substansi katelas manusia ta, amen tu jawab kenang cara ontologis, hanya ya bawa tu ko jalan buntu baesi. Mungkin hanya eksistensi baesi, ade pas tawa manusia. Sedang deta bae mo, sifat ne eksklusif benar, apa soal apa-pa si ade ada pang luar manusia ne, keberadaan nya nan nosoda pretensi len, nosoda motif.” 

Kareng yang sara dosen diri salaki nan ya sajelas lebe do’. “menurut nya Kierkegaard, ada telu cara manusia ta, ma bau ada eksistensi. Ade pertama, kenang cara bersikap estetik, cara bereksistensi yang mara ta, ada pang manusia ade ya kuasai leng perasaan, ke lebe sapenting kenyaman katelas baesi. pilihan katelas ade ya hadapi leng nya cuma dua baesi, yanan si amen no deta, ba denan. Amen ya pili apa-apa, tauta no kenang rasio. Kareng ade kedua ade ete sikap etis yang sara Socrates. Amen mu barangkang ke dilema moral, pang dalam katelas ta, harus mu menong suara ate mu. Soal ya nansi suara ate sabenar, baeng satelit manusia, ba bau ya temung jawaban makna katelas ade bau tu pertanggung jawabkan kenang moral. Pang tingkatan ta manusia nopoda kesadaran tentang dosa, sebage kelemahan ade ka ya wariskan pang manusia. Perkara dosa ne, sesuatu ade Kontigensi (6) pang dalam katelas manusia. Kareng ade ketelu, yanan si sikap religius, yang mara ade kaya sangita tu pang dalam telas Nabi Ibrahim. Pang masa Nabi Ibrahim muntu alami kegelisahan belo, pang dalam ya buya menya Tuhan, akhir Nabi Ibrahim ya temung jawaban, maka sabenar ibrahim nan ka mo tama pang dalam ke abadian. Tapi pang dalam perkara ta, no bau tu sepan lok hanya ka datang kaleng upaya manusia mesa-mesa baesi. Tapi ada campur tangan Tuhan pang dalam, untuk ya selamatkan sai-sai tau ade sate ya selamatkan leng latala, yanan mo hak prerogatif nene’ kalepe kaji mesa-mesa denan. Kesadaran yang mara ta pang ate manusia ne, menurut Kierkegaard, yanan si kesadaran, ade bau bawa manusia ko pang katokal ‘ada’ ade abadi. Tanya sopo pilhan sikap eksistensi paling tingi pang manusia. Menurut nya kabali, ta nya kesadran ade harus tu upayakan benar, ada’ pang diri’ sarea sarea kita.” 

MBonong nosoda boe telengan baesi ya menong tuter diri nan. Kaleng baeng warung kemas baesi ya ingo sarea gerup nan. 

“Tapi banosoka palangan sejara pemikiran filsafat ta, nonda ade belangan lures?!!. Pang dalam palangan sejara filsafat nan pasti bae ada gejolak, turen entek pang rekonstruksi pemikiran, yang sara tu lalo ko desa bao, ada mo negasi, bahkan pasengilang. Missal yang mara ade ka terjadi pang Nietzsche (7), tau ade sate ya bongkar sarea taradisi kebudayaan barat?!!” leng beling sala sopo tau tarunan len, ade tokal pang warung nan, tiba-tiba sate nurit dalam palaong. 

MBonong katawa pang dalam ate, nongka ya bayangkan leng nya sanopoka, lok ka pakatoan mula nya, tawa diri salaki ade nonda singin nan, ya dadi palaong maras ade ya selibat tau peno.

“Ka mo mate La Tala,” leng beling nya taruna nan ya tero ka pangkeling Nietzsche. Balik kepiya mBonong ya menong nyenan karante. Ade ya to’ leng nya mBonong, lok no sembarang tau ade bau sebut singen La Tala, nan lok ade kaya baca kaleng pemikiran Mula Sadra, we.. mala nyeta ya karante mo, lok La Tala nan kamo mate. 

“Kapangkeling Nietzsche nee, manusia justru ilang kebebasan, lamen ya beang La Tala telas pang dalam otak. Nan ponya bau manusia ta dapat kebebasan dalam pili ola katelas, lamen bau mo nya nan, ya samate La Tala. Ke nan po nya bau manusia nan jadi uebermensch, superman,” leng lanjut karante nya taruna nan kabali. 

MBonong semakin pening otak. Tapi berusaha benar nya bertahan tokal pang nan, ya menong karante nya taruna nan. Ke nya maklum diri’ si, apa nya MBonong ta masi po semester sai, nopoka peno buku ade ka kadu ya baca.
“Leng ka ya semate La Tala, leng nya Nietzsche taaa, akhir yong hanya bau ka ya bongkar sarea tradisi budaya barat bae, tapi nya sekaligus ya lawan sarea ajaran tentang moral”. Leng beleng nya taruna nan. 

“Betuuul benar denan sarea sanak salaki” ya samung leng diri nonda singin nan kabali. Tapi amen bau ku tamba leng aku, ka jira La Tala nan mate dalam otak Nietzsche ne, nongka ya sadari leng Nietzsche, lok nya nan mala justru jadi ada dua La Tala beru, ya nansi Dionysos, dewa anggur ade ta ramabo-mabo, ke’ Apollo, dewa ade ada tabi’at tenang”. Leng beling diri selaki nonda singen nan.

“Apa yaa ke, lok sarea manusia ta pasti tama pang dalam dua ketegangan ta. Telas pang antara nafesu ade dahsyat ola setoe kanan, ke kebijaksanaan ola satoe kiri?!!” leng beling mBonong, ya coba pina hipotesa beru. Nya mBonong bae talengan, melok cara ka bau ya pina leng nya hipottesa nan.
Diri salaki ade nonda singin nan kemas, kaleng ya jawab singkat pakatoan MBonong “Ya denan, tepat benar”. “ka kaleng dua ketegangan ta, bau ke manusia, ya kendalikan nafesu, ma bau condong lako kabalong kebijaksanaan baesi?!!” bakatoan mBonong kabali.

Diri salaki nonda singin nan tedu sangara, petang semakin dalap benar mo, rebin boe mo ka ya adal sarea ade ada, padagang baeng warung, kareng sakendi mo basesa. Masi si ada sopo dua suara motor sepeda lewat, ada mo suara tau toto tiang listrik telu kali, petanda lok ka mo jam telu petang. 

“Aku masi po ku belajar tentang hal nan. Tapi ta lok sanak salaki balong. Sate ku satuntas dunung soal Nietzsche. Nyenan (Nietzsche), tau ade keras benar parenti pang nilai-nilai tentang keindahan. Tapi no ya sadu hal-hal ade bersifat transenden. Nonda ade bau tu bela lamen tu kenang singin La Tala pang dalam katelas. Ke memang ne, nongka perlu. Apa nya Nietzsche nan tau nihilis, ‘Nonda guna amen tau nan buya makna katelas’. leng dirinan lantang. Soal katelas ta bole jadi si absurd, yang mara ade kaya sepan leng Camus (8). Kontradiktif nonda arti. Katelas jadi lebe bermakna lamen manusia ta berontak, walaupun nonda makna. Ba manusia ade no ya sadu hal ade transcenden, apaleng batas akal ade ya kagumi leng nya nan, hanya ade bersifat estetis bae. Padahal, noo ya sadari leng nya, lok estetis pang dalam dunia imanen ta, nan nya pantulan eksistensi Tuhan, ade hanya bau ya pahami sebagai fenomena kalembut jiwa manusia baesi leng tau no percaya Tuhan. Padahal muntu nya, ya cintai mo ade bersifat estetis, nya nan sebenar kamo tali diri ke kode ilahiah transendental ke-Tuhan-nan, ka tiris sifat kalembut latala ne, nan nya ade ya sebut estetis leng nya sarea nan. Ba jadi amen beleng mo nya, lok La tala ta kamo mate, lok hal La Tala ta ya kekang otak manusia untuk bebas enti boat, tapi lamennya masi si terlibat dalam dunia estetis, tanpa ya sadari, nya nan sebenar muntu ya sadu ka ‘ada’ La Tala. Justru ka tiris sifat lembut La Tala, ade ya kenal leng nya nan estetika, estetika ta ade baeng pina sarea otak nya nan tawa berkereasi enti boat. Ya ciptakan mo segala macam seni. Ba melok bau tu sebut La Tala, kekang kebebasan amen nan lok. Jadi leng ka pene’ lalo otak tau rasionalis ta, nan bua nya sebut diri ateis. Padahal amen ka pangkeling mo boa nya ateis, nonda agama, justru nan nya karante, ade ya tunjukkan lok nya nan ada agama. Agama dalam pengertian bahasa nan kan aturan, jadi amen tau ateis nan, no ya sadu ka ‘ada’ aturan La Tala, kareng keras benar ya pati’ aturan ade ka ya pina leng nya mesa, banosoka nya nan ada agama, apa soal nya terikat pang aturan ade ka ya pina diri nan tentang aturan ketelas. jadi ada agama nya nan sabenar, ya nan si aturan ade ka ya pina leng akal mampal nya nan mesa”.
“Pang dalam bakarukit pemikiran filsafat semacam nan. Bau ke manusia ya ete sopo bae kaleng ketegangan nan, kaleng ya bolang ade sekode?!! Bakatoan mo tau taruna len kabali.

“Bau bae’” leng beling diri selaki nonda singin nan. “Bell (9), singin tau intlektual pang abad 20 kareng New York ka beling menan. ‘Ke kuda bua no’, Apa soal nonda pemikiran manusia ta, ade benar pang dalam sarea hal. Ada tau ade benar pang dalam hal-hal tertentu baesi. Yang sara dokter ade beling, lok nonda medo ade bayu ya saterang serea macam penyakit. Nan si nya lok akal pikiran manusia taa, nonda pikiran tunggal ade bau ya jawab sarea persoalan katelas manusia. Rena tu to’, lok masala katelas ta kompleks benar, rena multi dimensi si. Yang sara ade ya yakini leng Bell sendiri, nyaa ta tau ade konservatif ke nilai, sosialis nya tangkela, lamen nya tu sangangkang ke melok cara tau rama peno, ya penuhi sedo gaso tawa katelas. ke liberal nya tangkela, lamen tu sengkait ke melok cara ma bau ya buka ruang politik tawa tau rama peno”.
Sanarang kerit bae mo tata mBonong, tapi bau mo ya parasa leng nya nan, ada mo berkurang beban otak. 

“Pakatoan kritis ade bau tu ajukan nee, ka kuda bua kita ta, harus tu terima secara kafah ka hasil pikiran manusia. Tu iman ka hasil renungan akal manusia nan yang mara agama?!! Ba kasai nya nan gina. Semntara tu to’, lok pikiran manusia ta absurd (10), rena peno kontradiksi po pang dalam?!!”. Leng beling diri selaki nonda singin nan. 

Ya tulang benar mata diri salaki nan leng mBonong sambil kemas-kemo, bau mo ya parasa leng nya, lok pang jaga ta ka mo bau ya tumpan jawaban, kaleng ka pakatoan ade runtung nan ganggu pesok mBonong ta. No mo bau ya tahan leng nya sate mo lema tama kulia jaga-jaga, ma bau lema katemung ke tode dadara sopo kelas. Apa nan nya tode dadara nan ne, ade selalu pina semagat mBonong tawa kulia, ke jadi mama mako ya langan layar katelas ta. Tode dadara sopo kelas nan, ade jadi manjeng paling beru MBonong to’. Sate benar lema katemung, nya Bonong ta, apa sate lema ya cerita rahasia katelas, ade ka ya dapat ka pang palaong sarawi, ke diri nonda singin nan. Sate berlagak jadi guru filsafat katelas nya pang nangkang manjeng, ya tero sarea karante, diri sarawi nan. Wenya,,,, matamo nya ka mBonong belaho uda benar singin.

Catatan Ne:
(1). Singin tokoh pang dalam novel filsafat ade bajudul Dunia Sophie, ka ya tulis leng Jostein Gaarder. Ka bau ya sajelas leng nya, masala ade pelik pang dalam filsafat jadi lebe gampang tu cerna, kenang bahasa novel. Nya sendiri nan tau pendidik. Ilustrasi pang bao nan, interpretasi bebas kaleng penulis, atas tokoh rekaan si Shopie dadara ode jentik ima pang dalam Novel.
(2). Gitaris sekaligus vokalis Nirvana. Nirvana ta grup musik ka asal kareng Amerika. Aliran musik nya nan gerunge, ade barakar pang musik rock. Pang akhir surat nya Kurt Cobain, ya tulis telu kata ade mungkin jadi kredo nya, yanan si “Love, Peace, Emphaty.
(3). Sifat ade lebe beri sa bangga ato ya nikmati diri nya mesa, sopo sinonim ke kata egotisme.
(4). Ka berasal kareng Heraklitos, filsuf Yunani, ade bategas, sarea apa-apa pasti ya mengalir. Ko angkang na, era’ ta nya pemikiran ade baeng pengaruhi hegel tentang dialektika pang kemudi.
(5). Soren A. Kierkegaard (1813—1855) nyeta pendeta merangkap filsuf ka barasal kareng Denmark. Ya tolak leng nya ola pikiran Deskartes, ade baseda “aku ku berfiker, nan bua aku ta ku ada”. Ka pangkeling nya, ade bau tu sadu ne, “proses ya kadadi”. Ko angkang ana, ta nya pemikiran ade ya pengaruhi filsuf-filsuf kareng aliran eksistensialis len, yanan si yang mara Karl Jasper ke Gabriel Marcel.
(6). Istilah taa ne, ka datang kareng mazhab Skolastik, ka pangkeling tau nan bahwa mahluk ne terbatas kapasitas. Ka katerbatas mahluk ne nonda ka panyebab, yanan si katerbatasan ka kebutulan.
(7). Friederich Wilhelm Nietzsche, filsuf ka kareng Jerman, ya kenal leng rama peno sebage tau repaham eksistensialis radikal. Ka pangkeling nya nan, bahwa, kemajuan ade ya cape leng manusia ne, ka sebab leng ka ada dorongan kehendak untuk berkuasa pang dalam tabiat sifat manusia, “wille zur demacht.”
(8). Albert Camus ta sastrawan ke filsuf ka kareng prancis. Ka karya nya nan antara lain La Peste (Sampar) ke Le Mythe de Sisype (tuter tentang Sisipus). Pang dalam La Peste, Camus ya sangita tu sopo sikap tentang katingi katelas. yanan sit tu berkorban atas nama katelas manusia rama peno. Tapi sikap nan nongka ya dasari ke rasa Iman ko La Tala.
(9). Daniel Bell, ka ya kenal leng rama peno, sebage tau sosiolog. Ade peno bergelut pang dalam masala-masala kebudayaan, buruh, ke ideology. Tu kenal si nya basingin Bell ta, sebage kolumnis pang majala Fortune, ke nya merangkap sebage editor pang majala nan. Menurut pangkeleng ade ka ya akui leng nya, lok nya ta lebe beri tu sepan sebage penulis daripada tu sepan sebage ilmuwan sosial. Nya sala sopo anggota Yipsels, sayap sosialis, pang umer 13 ten. Kira-kira dua sampe telu ten ka jira nan, pang dunia ilmu social, ya akui mo nya ta, tau ade paling kritis terhadap sosialisme maupun kapitalisme. Buku ade ka ya pina leng nya ade bajudul End of Ideology, ya tali diri nya untuk no roa no terlibat benar dalam perdebatan teori ideology, barema-rema mo ke pamiker len ade kam nyang mo eksis sanopoka.
(10). Tegas deta ne, “No tama pang dalam akal”, yang mara ade ka kadu ya tulis leng Tertullianus, “Credo, Quia, Absurdum. (Ku sadu ne, leng no tama pang dalam akal) 
 
Oleh: Poetra Adi Soerjo*
(Master Politik Lokal Dan Otonomi Daerah UGM, sekarang tinggal di Jakarta sebagai Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, dan di Jogjakarta sebagai Direktur Pusat Kajian Adat Dan Budaya Sumbawa “IYAK SAMAWA”)

“Bersiaplah-siaplah Untuk Mudik Abadi”

Assalamu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh,,,,

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd,,,,,

Jamaah sholat idul fitri yang berbahagia

Marilah kita mulai pagi yang cerah ini dengan mengungkapkan syukur kita kepada Allah SWT. Setiap hari anugerah dan nikmatnya turun kepada kita, walaupun pada hari yang sama maksiat dan kejahatan kita naik kepadanya. Setiap jam perlindungan dan pemeliharaannya mengayomi kita, padahal pada jam yang sama kita menentangnya dengan dosa dosa dan kejelekan kita. Dia telah membawa kita kepada bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan, bulan yang di dalamnya terdapat lailatul qodar, yang lebih baik dari seribu bulan. Sepanjang ramadhan dia menuntun kita untuk melakukan puasa sholat malam membaca al quran dan bersedekah di jalannya. Dia memberikan kesempatan kepada kita untuk menghapus dosa dan beramal sholeh. Akhirnya hari ini dengan kasih sayang nya jua dia mengantarkan kita kepada idul fitri, hari kemenangan bagi kita. Dia gerakkan lidah kita untuk membesarkan asmanya, tanpa izin Allah tidak akan mungkin lidah ini bergetar menyebut Allahu Akbar. Dia karuniakan kepada kita hari ini rezeki untuk membayarkan kewajiban zakat fitrah. Pagi ini dia membawa kita ke tanah lapang ini untuk bersimpuh di hadapan kebesarannya, memuji keagunganNya dan mensyukuri seluruh nikmatNya.

Hadirin hadirat jamaah sholat Idul Fitri yang berbahagia.

Pernahkah kita melihat seekor ulat bulu?. Bagi kebanyakan orang ulat bulu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah kita bahwa masa hidup seekor ulat bulu ini ternyata hanyalah sebentar. Pada saatnya nanti dia harus melewati fase di mana dia harus masuk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu dia akan keluar dalam wujud yang lain. Ia menjelma menjadi seekor kupu kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian siapa yang tidak menyukai kupu kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan begitu indah. Semua proses itu memperlihatkan tanda tanda kemamaha besaran Allah menandakan betapa mudahnya bagi Allah azzaa wajalla merubah segala sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya, semua itu berjalan melalui proses prubahan yang sudah diatur dan aturannya sudah ditentukan oleh Allah melalui hukum kauniyah, hukum alam juga sebagaimana telah disyariatkan dalam al quran dan al hadis. Lalu jika proses metamorfosa pada ulat bulu ini kita terjemahkan kedalam proses kehidupan manusia, maka saat di mana manusia bisa menjelma menjadi insan yang jauh lebih baik, momen paling tepat untuk terlahir kembali adalah ketika kita memasuki bulan ramadhan, bila kita masuk ke dalam kepompong ramadhan lalu segala aktifitas kita sesuai dengan ketentuan metamorfosa dari Allah, maka hari ini seharusnya tidak lagi terdapat Poetra Adi Soerjo di tempat ini, melainkan kupu kupu yang indah mempesona, membuat malaikatpun terkagum kagum memandang. Bulan ramadhan bagaikan tungku perapian. Di mana kita masuk ke dalamnya, di tempa di bakar di palu, hanya bagi besi yang taat pada sang pemukul, yang akan keluar menjadi pedang yang begitu indah. 

Jamaah sholat idul fitri yang berbahagia

Inilah hari, hari kemenangan bagi kita semua. Hari di mana kita sedang terlahir dalam bentuk baru yang sangat indah mempesona dan rupawan, hari bagi kita untuk membuat malaikatpun terkagum kagum menyaksikan kelahiran kupu kupu indah, setelah tiga puluh hari lamanya kemaren kita berada dalam tempaan kepompong ramadhan. Layaknya besi tua yang dimasukkan ke dalam tungku perapian, sabar dan tabahnya sang besi dalam menerima pukulan tempaan palu sang pandai besi, maka jadilah ia pedang yang gagah berani dan dijadikan kebanggaan para kesatria dan jenderal. Lalu apakah yang terjadi pada sang besi jika ia mengelak dimasukkan ke dalam api, menghindar dari pukulan palu sang pandai besi, maka keluarnya ia dari tungku perapian justeru akan menjadi rel kereta api dan akan kembali di injak injak oleh manusia lainnya. 

Hadirin yang berbahagia

Kemenangan, kemenangan di atas kemenangan ini janganlah membuat kita lupa dengan proses sebenarnya kehidupan ini. Amalan yang paling baik di hari idul fitri, hari kemenangan, di saat seharus nya kita berbangga ini adalah kita justeru dianjurkan untuk lebih sedikit mengedepankan istigfar dibandingkan syukur atas kemenangan. Kita justeru diminta untuk melakukan turning balik kehidupan, Kita justeru perintahkan untuk kembali mengingat akan kematian, agar khouf dan roja’, takut dan harap selalu menemani kita dalam sebelas bulan ke depan hingga kita kembali memasuki ramadhan tahun depan.
Anjuran istigfar dan mengingat kematian ini dianjurkan agar supaya ingatnya kita akan kematian dapat menjadi batu asah yang akan selalu mengasah pedang pedang indah yang sudah kita hasilkan pada bulan ramadhan kemaren, agar tetap menjadi tajam dan tajam hingga ramadhan tahun depan. 

Jamaah yang berbahagia

Sebagaimana sunnah nabi muhammad yang begitu sering membaca surat al ghosiyah di saat hari raya idul fitri. Surat alghosiyah merupakan surat yang bercerita tentang kembalinya kita kepada sang kholiq. Maka ittibaan atas sunnah baginda rosulullah SAW, saya akan menyampaikan pesan khutbah idul fitri bertemakan bersiap siaplah Mudik Besar, Mudik Abadi (Dengan Idul Fitri Kita Jadikan Spirit Perenungan Untuk Membangun Tau Dan Tana Samawa Dalam Bingkai NKRI).

Hadirin jamaah idul fitri yang berbahagia

Marilah, mari kita melihat ke kiri dan ke kanan kita hari ini, marilah kita pandang tiap tiap wajah, tiap tiap mata yang ada di samping kiri kanan kita hari ini, kita periksa orang orang yang kita cintai, ayah bunda, saudara, sahabat, kekasih tetangga dan handai taulan. Adakah di antara mereka yang hari ini tidak dapat bergabung bersama kita di tempat ini. Adakah di antara mereka yang tahun lalu duduk disamping kita sholat idul fitri, Adakah di antara mereka yang sudah meninggalkan kita kembali kepada sang maha suci. Kemanakah ayah bunda yang tahun lalu menyambut uluran tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang. Ke manakah kakak atau adik kita yang pada lebaran tahun lalu gelak tertawa berbagi bahagia bersama kita. Ke manakah tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan selamat hari raya idul fitri ya Fulan, Ya Allah mereka telah kembali ke padamu. Mereka telah mudik ke kampung yang abadi. Terimalah mereka di sisimu rodhiatun mardhiyah. Engkau senang menyambut mereka dan mereka senang berjumpa dengan Mu. Seperti doa nabi Muhammad SAW untuk Tolhah pemuda yang mencintainya. Sambutlah mereka robbana engkau tersenyum, kepada mereka dan mereka tersenyum kepadamu, curahkanlah kasihmu pada ayah bunda kami saudara kami, sahabat kami, anak kami, gabungkanlah mereka dengan orang orang yang engkau anugerahkan kenikmatan. Bersama mereka para nabi siddiqin auliya suhada dan sholihin. Ya Allah pagi ini mereka tidak dapat berlebaran bersama kami, tidak bisa lagi kami mengulurkan tangan kami untuk sekedar meminta maaf kembali, tidak bisa lagi kami mengajak mereka untuk berbahagia bersama kami di hari kemenangan kami. Tidak bisa lagi kami mengundang mereka untuk berkumpul di rumah kami, ternyata kematian itu adalah sebuah kepastian yang pasti terjadi, Allahumma adkhil alaahl al-qubur al surur,,, tetapi kami mohon ya Allah, masukkanlah rasa bahagia kami kepada semua ahli kubur hari ini, harumkanlah kuburan mereka dengan wewangian doa doa kami, sampaikanlah salam kami yang tulus di hari kemenangan kami, assalamu alaikum ya ahlid diyar minal muslimin antum lana salaf wa inna insya Allahu bikum lahikun,,, salam, salam bagi kalian wahai ahli kubur, kalian sudah mendahului kami dan insya Allah cepat atau lambat pasti kami akan menyusul kalian.

Jama’ah sholat idul fitri yang berbahagia..

Menurut riwayat para sahabat, dalam sholat id dan sholat jum’at, Rasulullah SAW senang membaca surat Al-a’la dan Al Gosiyah. Pada surat Al a’la dipuji oleh allah bagi mereka orang-orang yang berzakat kemudian berzikir kepada Allah dan melakukan sholat. Qod aflaha man tazakka wazakarosma robbihi fasolla… selanjutnya, surat Al Gosiyah bagi sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa surat tersebut berkaitan dengan sholat id yang sering diucapkan oleh rasulullah disaat sholat idul fitri. Surat Al Gosiyah menceritakan keadaan manusia ketika kembali kepada tuhan. Inna ilaina iyaabahum tsumma inna alaina hisaabahum.. kepada Kamilah mereka kembali. Kewajiban kamilah untuk memeriksa mereka. Surat Al-Gosiyah dibaca pada idul fitri untuk mengingatkan mereka akan hari ketika mereka mudik kepada Tuhan. Berkumpulnya manusia di tanah lapang, berkumpulnya kita hari ini seharusnya menyadarkan kita akan suatu saat disaat kita akan berkumpul menungu putusan Allah di Padang Mahsyar, ketika matahari hanya berjarak sejengkal di atas kepala.

Jama’ah idul fitri yang berbahagia..

Selain pada surat Al-Gosiyah, berulang-ulang kali dalam al Qur’an Allah mengingatkan kita bahwa kepada Allah lah tempat mudik kita, kepada Allah lah tempat mudik kalian, dan kepada Allah lah tempat mudik mereka semua. Kalimat seperti ini disebutkan 16 kali di dalam al-Qur’an, mengingatkan (3X) kita akan kematian agar selalu khof roja’ roja’ khof, takut harap-harap dan takut menjadi zimat bagi kita. Fenomena hari ini, seminggu ini, saudara-saudara kita mudik ke kampung halaman mereka yang sementara, menemui orang-orang yang mereka sayangi dengan membawa beban berat oleh oleh untuk dibagikan kepada mereka. Mereka berangkat dengan suka rela menempuh perjalanan yang jauh dengan suka cita, padahal hal yang tidak pernah kita persiapkan bahwa suatu saat nanti, kita harus mudik ke kampung halaman yang abadi, menemui Allah yang kita cintai tetapi dengan membawa beban dosa di atas punggung kita untuk diperiksa di dalam timbangan keadilan Tuhan. Setiap saat ketika maut menjemput kita, kita harus pergi dengan terpaksa, mau tidak mau kita harus ikut mudik. Kita akan menempuh perjalanan panjang dan mengerikan. Imam Ali Zainal Abidin cucu Rasulullah SAW berkata : ada 3 saat yang paling menakutkan yang harus dialami oleh anak cucu Adam, yang pertama adalah saat mereka menyaksikan malaikat maut, yang ke 2 adalah saat mereka bangun dari dalam kuburnya, dan yang ke 3 adalah saat ketika ia berdiri di hadapan Allah SWT, tidak jelas apakah ia akan masuk surga atau neraka. 3 stasiun mudik yang wajib dilalui oleh anak cucu adam ketika mudik abadi. Stasiun yang pertama adalah kematian, saat malaikat maut akan menjemput kita. Pada waktu itu kita akan dihadapkan pada kekayaan kita, kita akan berkata: Demi Allah, dahulu aku mengumpulkan kamu dengan rakus dan pelit. Sekarang apa yang akan kau berikan padaku hai hartaku. Harta kita akan menjawab: Huz minni kafaanaka,, ambillah dariku kain kafanmu, cukuplah kain kafan yang aku sumbangkan untuk kematianmu. Kemudian kita akan dipertemukan dengan keluarga kita, kita akan memandang mereka dan berkata: Demi Allah, dahulu aku sangat mencintai kalian dan bersusah payah membahagiakan kalian. Sekarang apa yang akan kau berikan kepadaku. Mereka akan menjawab: kami akan mengantarkan jenazahmu dan tentunya kami akan menguburmu. Setelah itu kita akan menengok amal-amal kita dan berkata: Demi Allah, dahulu aku membencimu, aku melihatmu sebagai beban yang berat. Apa yang akan kau berikan kepadaku hai amalku. Amal-amal kita akan berkata: aku akan menjadi sahabatmu dalam kuburmu pada hari kau dihimpunkan hingga pada saat kau berhadapan dengan Tuhanmu. Ketika kita dibaringkan di kubur, kita akan bergumam pada liang lahat: hai rumah, yang dipenuhi cacing, sunyi, dan gelap. Liang lahat akan menjawab: inilah memang yang sudah aku persiapkan untukmu. Lalu liang lahat bertanya: apa yang sudah kau persiapkan untukku? Mari kita cari jawaban atas pertanyaan liang lahat itu. Apa yang sudah kita persiapkan untuk bekal kita di dalam kubur? Pertanyaan itu sungguh akan kita dengarkan nanti, menghantam dada mengiris hati. 

Jama’ah yang berbahagia..

Pertanyaan liang lahat tersebut sesungguhnya sedang kita jawab hari ini, pertanyaan tersebut kita jawab dengan adab dan perilaku hidup kita sehari hari di atas dunia, bekal yang akan menentukan nasib kita di kehidupan yang abadi adalah tergantung pada pilihan hidup kita hari ini. Momen idul fitri ini adalah momen yang tepat untuk merenungi dan merefleksikan kembali sejauhmana kita mengenal diri dan ke-diri-an kita sebagai tau dan tana Samawa. Mengenal diri dan ke-diri-an kita sebagai tau samawa yang hidup di atas tana samawa, setidaknya menjadi awalan baru bagi kita untuk lebih merasa menjadi tau samawa yang memiliki konsekwensi logis untuk menjaga tana samawa sebagai ruang material yang telah membentuk entitas dan eksistensi ke-tau samawa-an kita. dialektika perjalanan sejarah telah membangun garis demarkasi antara gerak kita sebagai tau samawa dengan ritme gerak tana samawa sebagai ruh tempat kita menemukan eksistensi ke-tau-samawa-an kita. Disinlah pentingnya kembali menemukan apa sebenarnya titik yang menyambungkan antara ke-tau-samawa-an kita dengan tana samawa, agar rasa cinta akan desa darat menjadi dasar bagi bagaimana sepantasnya kita membangun samawa.

Bukan dalam terminology pantheisme, tetapi kita meyakini bahwa alam ini adalah mahluk dan memiliki ruh. Mereka pun bernafas dalam gerak dan tarian masing masing untuk memuja Sang Penciptanya. Di sana terdapat nafas alam, Iyak Tana Samawa, yang jika Tau Samawanya bernafas dengan nyanyian dan tarian yang berbeda maka ia akan murka, di sinilah pentingnya tu tumpan panarik iyak samawa, tu satepat panarik iyak diri, tu salepas barema ke palepas iyak samawa pang katokal ke irama sopo’. Hal tersebut akan menunjukkan bahwa tau Samawa hanya akan pantas menjadi tau Samawa jika gerak dan perilakunya seirama dengan bangunan sejarah tana Samawa yang lahir dari cerminan moralitas Akhlaq ke-Islaman yang kuat. Ingat ingatlah bahwa Samawa itu bukan sekedar nama daerah kita, nama Samawa adalah kado terindah pemberian Tuhan yang sudah ada bahkan sebelum Islam masuk ke tanah bulaeng ini, kado terindah yang mencerminkan sikap orang orang yang hidup dan berkehidupan di atas tanahnya, dalam bahasa Arab Samawa merupakan bentuk jama’ dari mufrod sama un, yang berarti hamparan lapisan langit. Samawa merupakan maqom sekaligus ahwal bagi penghuninya, orang yang samawa adalah orang yang tidak lagi gandrung akan unsur unsur jasadi pembentuk dirinya, pribadi yang Samawa adalah mereka yang berkedudukan di tempat yang tinggi dan berjiwa agung, gandrung dengan kehendak ruhiyah yang melangit dibandingkan kehendak jasadi yang membumi dan merendah, maka tidak ada orang Sumbawa yang merendahkan dirinya, gengsi dan harga diri adalah harga mati bagi Tau Samawa. Pertanyaan liang lahat justeru terjawab dalam nilai yang terkandung dalam identitas diri kita sebagai tau dan tana Samawa yang pasti seharusnya memiliki dasar Islam yang kuat, berjiwa maskulin, berjiwa gentlemen agreement, berkarakter dan berakhlaq mulia, berada di maqom yang tinggi di atas Samawa, langit ke tujuh. Itulah nilai dasar tau dan tana Samawa yang harus menjelma terlembagakan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tau dan tana Samawa harus lah berjalan seirama dan senafas, layaknya diri dan bayangan, diri’ dan leno. “Ada Diri’ Diri’, ada Diri’ Leno, ada leno diri’, ada leno leno, ada diri’ ada leno, ada leno ada diri’, ada leno nonda diri’ itu syaithon, ada diri’ nonda leno itulah nilai spritualitas iyak tau dan tana Samawa. Sungguh jika nilai Samawa ini tercermin dalam kehidupan kita bermasyarakat, berpemerintahan, maka insya Allah semua orang akan melihat hadirnya Allah sebagai satu satunya alasan dan saksi tempat ia harus mempertanggungjawabkan segala beban amanah, bukan kepada atasan atau pimpinan, juga bukan sekedar melaksanakan Tupoksi, tetapi sebagai pengabdian kepada Tuhannya. Lemahnya pribadi yang samawa pada generasi hari ini terlukis jelas dalam lawas samawa yang merupakan kritikan bagi kita semua “Tutusi Puin Purang Sopo, Lolo Tingi Kona Langit, Den Beseli Kalupa Bewe”, benar bahwa kita berasal dari satu rumpun karakter, karakter kesatria yang menjulang ke langit, namun generasinya kini telah terpotong dari dahannya. Generasi yang “To’ No Ya Boat, Ya Boat No Kewa Pangeto, Nonda Pangeto No Baguru”.

Jama’ah sholat idul fitri yang berbahagia..

Maka pada kesempatan sholat idul fitri ini, sekiranya dua kado THR lebaran dari saya untuk menjadi spirit dan perenungan bagi kita tau dan tana samawa, yaitu kita kembali melakukan istigfar-istigfar dan kembali mengingat ingat kematian agar Allah tidak pernah absen dari geraknya hati dan fikiran kita dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kita sebagai kholifah di muka bumi ini. 

Ja’alanallahu minal aidin wal faidzina wa adkholana wa iyyakum fi zumrofii ibadihil muttaqiin. Audzubillahiminassyaitoonirrijiim. Bismillahirrohmaanirrohiim. Fathirissamawati wal ard, Anta Waliyyi fiddunya wal akhirah, tawaffani musliman, wa alhikni bisholihin,,,,. Waqul robbigfir warham wa anta khoirrurroohimiin

(Khutbah kedua)

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd,,,,,

Jama’ah sholat id yang berbahagia..

Pada kesempatan khotbah ke-dua ini, marilah kita renungkan firman Allah pada surat Al Gosiyah, Surat yang sering diucapkan oleh Rasulullah SAW pada sholat idul fitri. Dengan nama Allah, Maha Kasih, Maha sayang. Apakah telah datang kepadamu peristiwa dahsyat yang mengguncang semua. Wajah-wajah saat itu ketakutan terseok-seok kepayahan, terlempar ke dalam api yang menyala-nyala, diberi minum dari mata air yang bergolak. Tidak ada makanan baginya kecuali duri di neraka. Tidak menggemukkan dan tidak melepaskan rasa lapar. Wajah-wajah hari itu berseri-seri puas dengan hasil kerjanya. Ditempatkan di surga yang tinggi, tidak mereka dengar bicara hampa. Disana ada mata air yang mengalir, disana ada pelaminan yang ditinggikan. Gelas-gelas yang diletakkan, bantal-bantal yang digelarkan, permadani-permadani yang dihamparkan, itulah isi surat Al-Gosiyah.

Jama’ah sholat id yang berbahagia..

Mari kita akhiri sholat idul fitri ini dengan berdoa memohonkan ampunan kepada Allah. Hari ini adalah hari yang fitri suci, hari kemenangan bagi umat Islam, hari di mana kita dimanja oleh Allah, hari di mana Allah membuka AmpunanNya dan mustajab bagi tiap tiap doa, untuk itu mari kita rendahkan diri kita, kita tundukkan kepala kita, kita pejamkan mata kita, kita rasakan sambutan Amin dari para malaikat yang berbaris di atas kepala kita hari ini hingga ke ars Allah melalui hembusan angin angin yang menerpa dan meniup sulbi kita, kita tanamkan niat doa ampunan yang sesungguhnya dalam hati kita masing masing. Allahumma sholli ala sayyidina muhammad wa ala ali sayyidina muhammad. Allahummagfir lil muslimina wal muslimat, wal mukminina wal mukminat ya ghoffur ya ghofur ya rohim. Dengan cahayaMu kami mendapat petunjuk, dengan karuniaMu kami mendapat kecukupan, dengan nikmatMu kami masuki pagi dan petang, dan inilah kami membawa dosa-dosa kami ke hadapanMu ya Allah, kami mohonkan ampunanMu ya Allah. Kami bertaubat kepadaMu hari ini detik ini Ya Allah, Engkau limpahi kami dengan kenikmatan. Tapi kami melawanMu dengan kemaksiatan. kebaikanMu turun kepada kami sedang kejelekan kami justru naik kepadaMu ya Allah. Tidak henti-hentinya malaikat yang mulia mengantarkan kepadaMu keburukan amal-amal kami. Tapi ya Allah, itu tidak mencegahMu untuk tetap meliputi kami dengan nikmatMu dan memuliakan kami dengan anugerahMu. Subhanaka, subhanaka, Betapa penyantun Engkau ya Allah, betapa Pemurah Engkau ya Allah. Ya Allah setiap kali kami sudah siap sedia untuk menghadapMu dan menyeruMu, Engkau datangkan kepada kami rasa kantuk dan malas. Setiap kali kami berbuat baik, kami ditimpa keengganan dan kesulitan. Setiap kali kami sudah dekat dengan kedudukan orang-orang sholeh datanglah bencana tergelincirlah kaki-kaki kami dan terpentallah kami dari pengkhidmatan kepadaMu ya Allah. Robbana, mungkin engkau sudah mengusir kami dari pintuMu, sehingga kau jauhkan kami dari berkhidmat kepada Mu, atau mungkin engkau melihat kami melalaikan hak hak Mu lalu Kau jauhkan kami, atau mungkin Engkau melihat kami berpaling dariMu lalu Kau tinggalkan kami, atau mungkin Kau dapatkan kami di tengah para pendosa lalu Engkau campakkan kami ya Allah. Atau mungkin Engkau tidak menemukan kami berada di majelis para ulama’ yang sholeh lalu Engkau tolak kan kami ya Allah, atau mungkin Engkau tak senang lagi mendengarkan doa doa kami lalu Engkau lemparkan kami. Ya Allah jika engkau putuskan taliMu kepada tali siapa lagi kami harus bergantung. Demi kebesaranMu yang sekiranya Engkau campakkan kami, kami akan tetap berdoa di depan pintuMu tiada hentinya, Ya Allah, kami tidak akan menghentikan rintihan kepadaMu, kemana lagi seorang hamba harus pergi kalau bukan kepada junjungannya, kemana lagi seorang mahluk harus mengadu kalau bukan kepada kholiqnya, Robbana, keluarkan kecintaan kepada dunia dalam hati kami, kumpulkan kami bersama para nabi syuhada’ auliya’, siddiqin dan sholihin, bantulah kami menangisi keadaan diri kami ya Allah, kami sudah menyia nyiakan diri kami dengan penangguhan dan angan angan di kepala, kami sudah jatuh pada kedudukan orang orang yang putus harapan, siapakah gerangan orang orang yang keadaannya lebih jelek dari keadaan ini ya Allah, jika dalam keadaan seperti ini Engkau pindahkan kami kedalam kuburan kami, engkau cabut nyawa kami, kami belum menghamparkan amal sholeh untuk pembaringan kami, bagaimana kami tidak menangis sedangkan kami belum tahu akhir perjalanan ini, kami melihat nafsu menipu kami dan hari hari melengahkan kami, padahal maut telah mengepak ngepakkan sayapnya di atas kepala kami, bagaimana kami tidak menangis di saat mengenang saat menghembuskan nafas terahir, kami menangis karena kegelapan kuburan kami, kami menangis karena kesempitan lahat kami, kami menangis karena pertanyaan Nungkar dan nakir kami tidak mampu menjawab ya Allah, kami menangis karena kami akan keluar dari kubur kami dalam keadaan telanjang dan hina, sambil memikul beban dosa di atas punggung kami, lalu kami melihat ke kiri dan ke kanan keadaan kami berbeda dengan keadaan orang lain, wajah wajah mereka terang ceria gembira sedang muka muka kami saat itu kelabu tertutup debu dan kehinaan, Ya Allah, di hari kemenangan ini, di hari yang mustajab ini, di hari di mana engkau buka telingaMu atas rintihan kami, lindungilah kami dari kemurkaanMU ya Allah, lepaskanlah kami dari azabMu, curahi kami dengan zikir kepada MU, ampunilah dosa dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kami ketika kami masih kecil, balaslah kebaikan mereka dengan kebaikanMu ya Allah, balaslah seluruh kesalahan mereka dengan ampunanMu ya Allah, Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, gabungkanlah kami dengan mereka dalam kebaikan, Ya Allah berikanlah pada para pemimpin kami rasa keadilan, dan kasih sayang, penuhilah seluruh masyarakat tau dan tana samawa ini dengan kesadaran dan keutamaan akhlaq, tanamkan pada diri orang kaya sikap rendah hati dan kedermawanan, masukkanlah ke dalam hati orang orang miskin di antara kami kesabaran dan kecukupan ya Allah, berikanlah kepada orang orang sakit di antara kami kesembuhan dan ketentraman, anugerahkanlah kepada orang orang yang terkena mushibah jalan keluar dan kesabaran, dari kasih sayangMu yang meliputi langit dan bumi, liputilah seluruh penghuni negeri ini dengan kasihmu, sehingga kami dapat hidup bersama dalam cinta dan kasih sayang, buka kanlah ya Allah, iftahlana, iftahlana, buka kan pintu keberkahan untuk kami dari langit dan bumi.

Rabbana atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah, waqina aza bannar, washolallu ala sayyidina Muhammadinil Ummiyi, wa’ ala ali sayyidina Muhammadinil Ummiyi,,,,

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Poetra Adi Soerjo, adalah putra kelahiran Seketeng Sumbawa Besar, menyelesaikan studi S1 pada jurusan Psikologi Islam, Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta, dan menyelesaikan Master pada kelas international S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Sekarang tinggal di Jakarta bekerja sebagai Tenaga Ahli DPR RI.

(Dengan Idul Fitri Kita Jadikan Perenungan Dan Spirit Untuk Membangun Tau Dan Tana Samawa Yang Berakhlaqul Karimah Dalam Bingkai NKRI)
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Poetra Adi Soerjo - All Rights Reserved
Thanks to Creating Website Published by Merdeka Files
Proudly powered by Blogger